AMPHURI.ORG, JAKARTA–Boleh jadi selama ini belum banyak yang mengetahui keberadaan lembah Wadi Hanifah telah menjelma menjadi salah satu destinasi warga Riyadh, khususnya dan Arab Saudi pada umumnya. Betapa tidak, lembah yang selama bertahun-tahun menjadi saluran pembuangan, kini tampil cantik, segar, dan hijau dengan pepohonan di sekelilingnya.
Seperti dilansir laman ihram.co.id, disebutkan bahwa lembah yang membentang sepanjang 120 kilometer dari barat laut ke tenggara Riyadh itu membuat suasana ibu kota Arab Saudi terasa lebih sejuk dan damai. Tak heran, jika Wadi Hanifah kini menjadi salah satu destinasi warga setempat untuk bersantai dan menghabiskan waktu bersama orang terkasih.
“Aku datang ke sini sepanjang waktu, siang dan malam, ucap Hussein al-Doseri,” salah satu warga Riyadh mengutip dari laman Aramco World.
“Itu membuatku bahagia, bersantai, dan menghabiskan waktu bersama keluargaku di tepi air. Karena itu, jika aku ingin bertemu teman, aku akan langsung mengajak mereka ke sini,” ujarnya.
Hussein mengatakan, sebelum Wadi Hanifah jadi seperti sekarang, sangat sulit untuk mencapai wilayah ini, mengingat wilayah ini sebelumnya adalah tempat pembuangan sampah-sampah industri.
Memang, upaya restorasi Wani Hanifah mulai dilakukan di penghujung tahun 2010, saat proyek teknik lingkungan menyasar lembah ini untuk memenangkan penghargaan Aga Khan dalam bidang arsitektur. Upaya reboisasi cukup memakan waktu, mengingat mereka harus mampu menyulap Wadi Hanifah menjadi ruang bernapas.
Bisa jadi, selama ini tak banyak yang tahu jika Wadi Hanifah berkontribusi besar dalam sejarah terbentuknya Saudi. Sejarah mencatat, pada tahun 1744, Wadi Hanifah dipilih sebagai tempat berlangsungnya perjanjian antara Muhammad bin Sa’ud, penguasa Dir’iyyah, sebuah kota di Wadi Hanifah, dan cendekiawan agama Muham mad bin Abdul Wahhab dari Al Uyayna di hulu wadi.
Dalam perjanjian itu tercapailah kesepakatan yang dikenal sebagai Negara Saudi Pertama. Aliansi yang terbentuk dari perjanjian ini, yang disebut Sa’udi-Wahhabi, bahkan masih ada hingga detik ini.
Namun, tak lama setelah perjanjian berlangsung, pasukan Sa’udi berangkat dari markas mereka di Dir’iyyah, dan melancarkan serangan untuk menaklukkan sebagian wilayah Arab. Namun, serangan yang dilakukan pada 1818 itu berujung pada kekalahan telak.
Mereka memutuskan meninggalkan Dir’iyyah, dan pindah ke hilir Riyadh. Pada 1902, Abdul Aziz bin Sa’ud berhasil merebut Riyadh, dan menjadi awal terbentuknya Kerajaan Arab Saudi modern pada 1932, dengan Riyadh sebagai ibu kotanya. (hay/*)