AMPHURI.ORG, JAKARTA–Akhirnya, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama mulai membuktikan komitmennya untuk menindak pelaku usaha perjalanan ibadah umrah yang tidak berizin. Dalam hal ini, Ditjen PHU melaui Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus (Ditbina UHK) telah melaporkan salah satu pelaku usaha ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Dalam surat laporan yang ditandatangani Direktur Bina UHK, Nur Arifin, disebutkan bahwa berdasarkan hasil pemantauan dan pengawasan perjalanan ibadah umrah oleh Kementerian Agama ditemukan aktivitas penawaran ibadah umrah non prosedural yang dilakukan oeh pelaku usaha yang tidak memiliki izin sebagai PPIU. Aktivitas penawaran tersebut dilakukan oleh seseorang yang mengaku sebagai founder-nya.
Surat bernomor B.12.004/Dj/Dt.II.IV/Kp.02.3/9/2023, tertanggal 12 September 2023 itu dijelaskan, kegiatan usaha penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah yang dilakukan oleh pelaku usaha umrah backpacker yang disebut dalam surat tersebut melanggar ketentuan dalam Pasal 115 dan Pasa 117 dengan ancaman pidana sesuai Pasal 122 dan Pasal 124 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019.
Dalam surat juga disebut pihak Kemenag melaporkan secara resmi dugaan pelanggaran pidana yang dilakukan pelaku usaha umrah backpacker dimaksud. Kemenag juga meminta pihak kepolisian untuk menindaklanjuti laporannya sebagai upaya penegakan hukum dan mengurangi potensi kerugian masyarakat yang lebih besar.
Perlu diketahui, UU Nomor 8 Tahun 2019, Pasal 115 disebutkan bahwa, setiap orang dilarang tanpa hak bertindak sebagai PPIU mengumpulkan dan/atau memberangkatkan jamaah umrah. Kemudian pada Pasal 117 disebutkan, setiap orang dilarang tanpa hak melakukan perbuatan mengambil sebagian atau seluruh setoran jamaah umrah.
Adapun ketentuan pidana atas pelanggaran tersebut, sebagaiman tertuang pada Pasal 122 yang berbunyi bahwa, setiap orang yang tanpa hak bertindak sebagai PPIU dengan mengumpulkan dan/atau memberangkatkan jamaah umrah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Sementara pada Pasal 124 disebutkan, setiap orang yang tanpa hak mengambil sebagian atau seluruh setoran jamaah umrah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
“AMPHURI mengapresiasi atas upaya Dirbina dalam law enforcement terhadap pelaku usaha perjalanan ibadah umrah yang tak memiliki izin. Kami sangat mendukung upaya ini,” kata Ketua Umum AMPHURI, Firman M Nur, di Jakarta, Senin (2/10/2023).
Karena itu, AMPHURI menghimbau masyarakat muslim yang hendak menunaikan ibadah umrah agar melalui PPIU yang berizin. Sebab, perjalanan umrah tidak seperti perjalanan wisata pada umumnya. Perjalanan ini ada unsur ibadahnya dan diatur secara khusus oleh undang-undang tersendiri yaitu UU 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. (hay)