AMPHURI.ORG, JAKARTA–Kerajaan Arab Saudi menegaskan tidak bisa menambah kuota dasar Indonesia karena terikat dengan keputusan negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Penentuan kuota haji ini mengacu kepada kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi OKI pada 1987 di Amman, Yordania. Hitungannya, dari seribu orang penduduk Muslim di suatu negara, hanya satu orang yang punya kesempatan berangkat haji tiap tahunnya.
“Dalam hal ini tidak perlu ada pertemuan khusus OKI membahas daftar tunggu haji yang panjang. Masalah daftar tunggu yang lama cukup diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama dengan Pemerintah Saudi Arabi melalui menteri hajinya,” kata Menteri Agama Fachrul Razi beberapa waktu lalu seperti dikutip Republika.co.id, Sabtu (14/12/2019).
Menurut Menag, meskipun surat permintaan kuota tambahan belum dijawab, secara tersirat Saudi setuju untuk memberi tambahan kuota 10 ribu jamaah dari Indonesia. “Jadi, jumlahnya tetap sama dengan yang lalu, yakni sebanyak 231 ribu dari 221 ribu dan kuota 10 ribu tambahan dari Pemerintah Saudi,” kata dia.
Menyikapi hal ini, anggota Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzeli, mengatakan, kunjungan Menteri Agama bersama jajarannya seharusnya bisa berhasil melobi Arab Saudi untuk mendapatkan kuota tambahan sebesar 10 ribu. “Tentu kita berharap Kementerian Agama atau Menteri Agama melakukan lobi-lobi kepada menteri Arab Saudi agar bisa menambah kuota 231 ribu,” ujar Ace.
Dia berpendapat, meski lokasi puncak haji di Mina tidak bertambah, kuota haji tetap harus diminta tambahan. Hal tersebut perlu dilakukan karena daftar antrean jamaah haji yang begitu panjang.
“Saya kira kemarin dengan kuota 231 ribu pelayanan haji baik-baik saja. Jadi, menurut saya, lebih banyak kuota lebih bagus,” kata Ace.
Apakah perlu membahas masalah kuota ini ke OKI? Ace menilai belum perlu. Menurut dia, terlalu sempit jika OKI sebagai organisasi besar hanya membahas masalah daftar antrean yang sebenarnya dapat dilakukan antara Indonesia dan Arab Saudi.
Jika masalah daftar antrean panjang haji Indonesia dibawa ke forum OKI, akan banyak negara lain yang berharap adanya penambahan kuota. Ia mencontohkan, negara ASEAN yang pertama akan meminta tambahan kuota adalah Malaysia karena daftar antre hajinya hampir mencapai 60 tahun.
Sementara pengamat haji, Syamsul Maarif, mengatakan, yang harus dipikirkan oleh penyelenggara itu bukan masalah kuota, melainkan bagaimana supaya calon jamaah haji tidak menggunakan biaya terlalu besar dari optimalisasi. “Selama ini yang dilakukan oleh Kemenag adalah mirip seperti penggunaan skema Ponzi dan itu membahayakan dan tidak dibenarkan dalam agama Islam,” kata mantan komisioner Komisi Pengawas Haji Indonesia ini. (hay)