AMPHURI.ORG, JAKARTA – Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, maka penyelenggaraan ibadah haji dan umrah di Indonesia memasuki babak baru . Undang-Undang (UU) yang dikenal dengan UU PIHU ini telah disahkan oleh Presiden pada 26 April 2019 lalu dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tiga hari berikutnya serta tercatat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 75.
Dalam Pasal 130 disebutkan bahwa pada saat UU ini mulai berlaku maka UU Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Namun peraturan perundangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU Nomor 13 Tahun 2008 tetap masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan UU Nomor 8 Tahun 2019, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 128.
Demikian disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Ramadhan Harisman, sebagaimana dikutip laman resmi Kemenag.go.id, pada Jumat (10/5/2019).
Menurutnya, UU ini dibentuk agar penyelenggaraan ibadah haji dan umrah dapat dilaksanakan sesuai ketentuan syariah, dengan menjunjung tinggi prinsip amanah, keadilan, transparansi, dan akuntabilitas publik.
Ramadhan menjelaskan berbagai aspek yang melatarbelakangi munculnya UU PIHU. Paling tidak ada tujuh aspek yang dijelaskan oleh Ramadhan. Aspek manajemen untuk perbaikan pelayanan jemaah haji di dalam dan luar negeri baik akomodasi, transportasi, dan catering. Aspek kebijakan berupa pentingnya penataan koordinasi antara petugas pelaksanaan ibadah haji di Arab Saudi karena belum adanya unit kerja yang bersifat tetap.
Aspek pembinaan dan pentingnya peningkatan pelayanan serta perlindungan/keamanan jamaah haji dan umrah. Aspek waktu tunggu yang lama sehingga perlu pengaturan bagi jamaah haji yang sudah berhaji, penentuan skala proritas bagi jamaah haji lanjut usia.
Aspek perlindungan hokum bagi jamaah umrah yang terus meningkat, seiring dengan lamanya waktu tunggu ibadah haji. Aspek penguatan peran Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU). Terakhir berupa aspek penguatan kepastian hukum dan usaha bagi Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).
Menurutnya, bila dibandingkan dengan UU Nomor 13 Tahun 2008, UU PIHU memiliki jumlah bab lebih sedikit. UU Nomor 13 Tahun 2008 terdiri dari XVI bab, sedangkan UU PIHU terdiri dari XIV bab. (*/hay)
Bagi Anda yang ingin mendapatkan salinan UU PIHU bisa diunduh di laman resmi AMPHURI.ORG di menu ini.