AMPHURI.ORG, JAKARTA–Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI), Joko Asmoro menegaskan bahwa harus diakui, Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, menjadi pasar umrah yang potensial. Wajar, jika kondisi pasar seperti ini membuat para pelaku industri e-commerce melirik ke sektor usaha yang dikenal tidak sekedar bisnis, tapi sarat dengan nilai ibadah.
Apalagi, kehadiran mereka ‘didampingi’ Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara atas nama pemerintah RI, telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan pemerintah Arab Saudi yang diwakili Menteri Komunikasi dan Teknologi Informasi, Abdullah Alshawa di Riyadh pada 5 Juli 2019 lalu.
Menurutnya, wajar pula jika kehadiran mereka mengundang protes pelaku bisnis biro travel penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU), termasuk asosiasi pun ikut bersuara lantang. Keresahan yang sama juga dirasakan wakil rakyat yang menilai diduga ada kejanggalan dalam penandatanganan MoU antara dua kementerian tersebut. Tak kalah serunya, isu digitalisasi umrah yang diusung Menteri Rudiantara, dikupas berbagai media.
Dalam hal ini, bagaimana AMPHURI sebagai asosiasi penyelenggara haji dan umrah terbesar di Indonesia menyikapi digitalisasi umrah ini ? Joko, menegaskan pada dasarnya pelaku usaha harus menyadari betul bahwa era industri 4.0 tak bisa dihindari. “Perubahan itu suatu keniscayaan yang harus kita hadapi, tak terkecuali dalam bisnis penyelenggaraan ibadah umrah,” kata Joko Asmoro di Jakarta, dalam keterangan resminya, pada Senin (22/7/2019).
Joko mengakui, saat ini, publik tengah dibuat gelisah dengan hadirnya dua unicorn yang digadang-gadang akan ikut terjun ke penyelenggaraan umrah. Terkait kehadiran mereka, bagi AMPHURI tidak ada masalah, apa yang dilakukan oleh Menteri Rudiantara dengan menghadirkan dua unicorn tersebut, tidak terkait dengan penyelenggaraan umrah tapi masalah teknologinya.
“Harus diakui, ekonomi digital tak bisa kita hindari. Karena itu, sah-sah saja, jika penyelenggaraan umrah oleh PPIU sudah seharusnya masuk ke ranah e-commerce, dan PPIU diharapkan terus berinovasi memanfaatkan teknologi informasi” jelasnya.
Lebih lanjut Joko mengatakan, setelah dipelajari dan sesuai dengan keterangan yang disampaikan oleh Arfi Hatim selaku Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag bahwa penyelenggaraan ibadah umrah tetap dilakukan oleh PPIU dan semua pihak terkait agar mematuhi regulasi dalam hal ini UU No 8 tahun 2019 tentang penyelengararan Haji dan Umrah.
AMPHURI sendiri, kata Joko, sudah jauh-jauh hari telah menyiapkan AISYAH (Amphuri Information System Syariah). Sebuah platform yang dikembangkan oleh AMPHURI yang siap dan mampu merespon disrupsi inovasi secara tepat. “Harus diakui, bahwa di era digital saat ini, perubahan model bisnis, proses bisnis, hingga ekosistem di sektor manapun akan terjadi, termasuk umrah. Untuk itu, AMPHURI telah siap memasuki era disrupsi dengan menghadirkan AISYAH,” katanya.
Kemudian, Joko juga menambahkan, AISYAH merupakan inovasi pelayanan bisnis perjalanan umrah dengan ekosistem yang dibangun setidaknya setara dengan apa yang dikembangkan unicorn-unicorn lainnya. AISYAH memiliki kemampuan sebagai agregator dari agency network, supplier network dan supporting network. Sehingga, fungsi akan menyerupai Global Distribution System (GDS) dan integrator ke platform instansi pemerintah dan non pemerintah yang terkait dengan penyelengaraan umrah ini.
“Artinya, AISYAH saat ini telah beroperasi bahkan siap bekerjasama dengan para unicorn-unicorn lainnya,” imbuhnya.
AISYAH pertama kali diperkenalkan AMPHURI di kota Thaif, Arab Saudi pada tanggal 12 Juni 2019 lalu, yang diresmikan oleh bapak Mohamad Hery Saripudin selaku Konsulat Jenderal RI Jeddah di hadapan lebih dari 100 pengusaha Saudi yang bergerak di bidang pelayanan umrah dan haji, serta dihadiri pula oleh lebih dari 900 jamaah umrah yang sedang berwisata ziarah di kota tersebut.
Kehadiran AISYAH dalam hal ini sebagai connecting antar penyelenggara haji khusus, umrah dan wisata muslim (travel agent) dalam melakukan kerjasama. Melalui AISYAH ini, diharapkan masing-masing travel agent atau PPIU mampu meningkatkan branding produk-produk yang ditawarkan. AISYAH juga merupakan marketplace inventory B2B (Business to Business) bagi para mitra kerja penyedia layanan, mulai dari transportasi, Land Arrangement (LA), hotel, katering dan lain sebagainya baik yang ada di Indonesia maupun di Saudi Arabia.
AISYAH juga akan hadir sebagai marketplace bagi para pembeli (masyarakat) yang tengah mencari paket-paket series, maupun paket by request (sesuai permintaan). Dengan kata lain, AISYAH akan menjalankan konsep Business to Costumer (B2C) dengan pasar yang ada di Indonesia.
Selanjutnya, dalam hal transaksi, AISYAH yang dikembangkan AMPHURI dan dioperatori langsung oleh unit usaha Koperasi ABM (Amphuri Bangkit Melayani) menjadi clearing house. Artinya, Koperasi ABM ditunjuk sebagai sebuah bagian dari badan yang menyelenggarakan penyelesaian transaksi klien (kliring). Disamping itu, Koperasi ABM juga akan bertanggung jawab atas proses pembayaran yang dihasilkan dari kliring dan Koperasi ABM akan pula membantu menangani travel agent yang tengah mencari penyedia maupun mancari pasar.
Memang, diakui Joko, platform marketplace perjalanan umrah dan wisata muslim yang dihadirkan AISYAH bukanlah hal baru di Indonesia. Namun, AISYAH memiliki diferensiasi baik dari segi layanan sebagai marketplace sesuai syariah. (hay)