AMPHURI.ORG, JAKARTA – Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI), Firman M Nur mengatakan umrah saat ini menjadi harapan satu-satunya umat Islam di Indonesia karena harapan berhaji butuh waktu begitu lamanya.
“Untuk haji harus antrian hingga 20-an tahun bahkan lebih,” kata Firman M Nur dalam acara Dialektika Demokrasi bertajuk Arab Saudi Sudah Izinkan Umrah, Kenapa Indonesia Belum? di Media Center Parlemen, Senayan, Kamis (30/9/2021).
Karena itu, Firman mengusulkan pentingnya lobi tingkat tinggi antara Indonesia dengan Arab Saudi. Pasalnya, meski Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan memiliki jamaah haji terbanyak, namun predikat tersebut tidaklah berarti di mata Saudi sebagai negara penyelenggara haji dan umrah.
Memang, harus diakui, jangankan untuk jamaah haji, untuk memberangkat jamaah umrah pun Indonesia sampai saat ini belum mendapat izin masuk. “Karena itu, ini dibutuhkan adanya turun tangan pimpinan negeri ini, sebaiknya Presiden Joko Widodo langsung melakukan komunikasi untuk melakukan lobi dengan Raja Salman,” ujarnya.
Senada dengan Firman, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, meski Kedutaan Besar dan Kementerian Agama telah berperan namun, ia menyarankan adanya komunikasi langsung antara Presiden Jokowi dengan Raja Salman.
“Dalam konteks ini tidak hanya cukup dengan kedutaannya tetapi langsung antar menteri, bahkan presiden dalam hal ini Bapak Jokowi kami mengusulkan agar bisa berkomunikasi langsung dengan Raja Salman,” saran Hidayat.
Sejauh ini, Hidayat menjelaskan Saudi Arabia memang sudah membuka umroh tetapi dengan pengetatan-pengetatan dan juga dengan persyaratan-persyaratan. Bahkan, ada 4 negara yang dikenal sebagai pengirim umroh yang terbesar se-dunia, yaitu Turki, India, Mesir termasuk Indonesia sendiri belum diizinkan untuk pengiriman umrohnya.
“Jadi bukan hanya Indonesia, tiga negara yang saya sebutkan tadi itu juga belum diizinkan, padahal ke empat negara ini adalah pengirim jamah umroh terbesar,” ungkap Hidayat.
Sementara anggota Komisi IX DPR yang membidangi Kesehatan, Rahmad Handoyo meminta pemerintah melakukan berbagai cara agar izin tersebut dikeluarkan. Bahkan, jika salah satu syarat umrah adalah jemaah tertentu harus mendapat booster, ia pun meminta ada pencarian solusi bahkan perubahan kebijakan soal booster di Indonesia.
Sebab, bagi jamaah yang disuntik vaksin Sinovac dan Sinopharm, Saudi mewajibkan mereka mendapat booster (suntikan ketiga) dari salah satu merek vaksin yang dipakai Saudi. Padahal mayoritas masyarakat Indonesia pakai Sinovac, dan vaksinasi dengan Sinopharm baru berjalan selama beberapa bulan terakhir.
“Karena Kerajaan Arab Saudi mewajibkan untuk booster, ini harus kita pikirkan. Sedangkan aturan dari negara, pemerintah, Kementerian Kesehatan, booster saat ini hanya untuk nakes,” kata Rahmad.
“Saya setuju ada duduk bersama antara pemerintah Kerajaan Arab Saudi dengan kita, menteri saya kira. Itu sudah pernah dilakukan tetapi itu tadi, kalau prasyaratnya booster kita harus mengubah keputusan dulu,” imbuh dia.
Rahmad mengakui saat ini masih banyak warga yang bahkan belum mendapat vaksin dosis pertama, sehingga booster vaksin baru dianjurkan untuk nakes. Tetapi di satu sisi, ia melihat capaian vaksinasi juga sudah cukup baik di Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain.
Oleh sebab itu, ia berharap pengecualian booster selain untuk nakes dapat diberikan juga kepada jamaah umrah dan pihak-pihak tertentu yang memerlukan booster mendesak. Namun, ia menekankan keputusan tetap harus dipertimbangkan dengan bijak mengingat masih banyak warga yang belum divaksin.
“Saya kira prasyarat untuk Arab Saudi sama dengan ketika saudara kita, rakyat kita yang mau kerja di luar negeri, seperti pelaut itu jelas-jelas nasibnya untuk rakyat, untuk tulang punggung keluarga, pilot ataupun warga kita harus ke luar negeri naik pesawat, tetapi harus booster itu belum bisa. Kita harus kita cari solusi dengan bijak,” paparnya. (hay)