AMPHURI.ORG, BOGOR–Kepala Pusat Kesehatan (Kapuskes) Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Eka Jusuf Singka menegaskan saat ini, pemerintah Arab Saudi tidak pernah menyatakan bahwa Sinovac atau merk vaksin tertentu lainnya tidak diterima di Saudi.
Di beberapa media, Saudi hanya mewajibkan jamaah haji dan umrah untuk memperoleh vaksinasi yang dibuktikan dengan sertifikat vaksinasi
“Tidak dikenal istilah sertifikasi atau lisensi vaksin COVID-19 di masa pandemi atau emergency, tetapi yang ada adalah istilah Emergency Use Autorization (EUA) dan Emergency Use Listing (EUL). EUA/EUL dikeluarkan dalam keadaan tertentu dimana produk sangat dibutuhkan dalam keadaan darurat dan persyaratan memperoleh izin edar belum terpenuhi,” kata Eka saat Bahtsul Masail tentang Haji di Masa Pandemi, di Bogor, Rabu (28/4/2021), seperti dikutip laman resmi kemenag.go.id.
Menurutnya, EUA dan EUL sendiri, merupakan bentuk izin penggunaan terbatas untuk vaksin, obat dan alat kesehatan atas pertimbangan dan tahapan yang sama. Kesamaan pertimbangan tersebuh diantaranya, pertama, diperuntukkan bagi penyakit yang serius dan mematikan serta memiliki peluang menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Kedua, belum ada produk farmasi sebelumnya yang mampu menghilangkan dan mencegah wabah. Ketiga, tahapan produksi dilakukan berdasarkan kaidah ilmiah dengan standar yang berlaku seperti good clinical practice, proof concept, good laboratory practice serta good manufacturing practice.
Kapuskeshaji menambahkan, EUA dan EUL dikeluarkan untuk produk atau vaksin yang sudah melalui tahap uji klinis tahap 3 dan sudah disetujui keamanan dan mutunya. Perbedaan antara EUA dan EUL pada aspek badan otoritas yang mengeluarkannya.
“EUA dikeluarkan BPOM atau regulator negara lain, sedangkan EUL dikeluarkan oleh WHO,” terangnya.
Khusus untuk EUL, kata Eka, diberikan sebagai prasyarat pasokan vaksin COVAX yang menjadi vaksin subsidi WHO ke berbagai negara di dunia. Kemudian untuk membantu suatu negara dalam memutuskan kelayakan penggunaan, produksi atau impor vaksin dan selanjutnya untuk memutuskan EUA.
“WHO sendiri memberi otoritas penuh terhadap masing-masing otoritas regulator nasional seperti BPOM, untuk mengeluarkan EUA yang mengacu kepada standar global,” jelasnya sembari menambahkan di Indonesia, informasi penggunaan skema vaksinasi merujuk pada Satgas Covid-19.
Terkait penanganan jamaah haji yang masuk ke dalam suspek Covid-19, menurut Eka, bagi jamaah haji yang dinyatakan positif Covid-19 dengan gejala (simptomatik), baik gejala sedang, berat, dan kritis, maka akan dirujuk. Sedangkan bagi yang gejalanya ringan, akan menjalani terapi.
“Bagi jamaah haji yang dinyatakan positif Covid-19 dengan gejala (simptomatik), baik gejala sedang, berat, dan kritis, maka akan dirujuk. Sedangkan bagi yang gejalanya ringan, akan menjalani terapi,” tambah dr. Eka.
Dari data Siskohatkes per 28 April 2021 pukul 05.00 WIB, sebanyak 101,980 dari total 158,855 atau 64,2% jamaah haji reguler sudah divaksin. Sedangkan untuk haji khusus sebanyak 1.119 dari total 14,289 atau 7,8% jamaah haji khusus sudah divaksin.
Kegiatan Bahtsul Masail Perhajian ini memasuki hari kedua dan melibatkan ahli kesehatan, ahli fikih dan syariah, perwakilan ormas Islam (NU, Muhammadiyah, Persis, Al-Wasliyah), perwakilan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (KBIHU), akademisi, Asosiasi Haji Khusus, Forum Dekan Fak Dakwah UIN/IAIN se-Jawa, dan Kepala Bidang Penyelenggara Haji dan Umrah se-Indonesia. (hay)