AMPHURI.ORG, JAKARTA–Ketua Koperasi Amphuri Bangkit Melayani (Koperasi ABM), Amaluddin Wahab mengatakan, dalam beberapa hari ini, dirinya teringat istilah yang sempat dilontarkan di tahun 2016 silam bahwa akan terjadi tsunami umrah. Kini, tanda-tanda itu sudah ditampakkan, bahkan melebihi dari yang diperkirakannya.
“Regulasi baru Saudi, sekarang hotel tidak bisa jualan langsung karena semua dipaksa berjualan ke sistem, begitu pula dengan bus dan visa. Mau tidak mau, suka tidak suka mereka harus mau. Kalau semua sudah by system, maka tinggal tunggu tombol B to C nya, karena tombol ini di sistem sudah disiapkan, hanya saja untuk Indonesia belum dibuka,” kata Amal dalam keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, pada Senin (16/9/2019).
Menurutnya, kalau sudah dibuka, maka setiap jamaah bisa punya peluang berbelanja umrah via online, sebut saja misalnya lewat Agoda yang memang tidak ada bedanya dengan biro travel ke online. Sehingga, kata Amal, posisi memperolah harga dipastikan sama, yaitu sama-sama dapat harga yang sama di sistem.
“Karena di sistem tidak mungkin kasih harga lebih murah dari yang lain, padahal biro travel butuh profit, sehingga pasti akan menaikkan harga. Sementara, yang berbelanja direct ke sistem seperti jamaah akan mendapatkan harga umrah tanpa ada mark-up profit,” katanya.
Tak mengherankan jika ke depannya, lanjut owner dari Ebad Group ini, tidak ada lagi model performa hotel karena tahun 1442 H, semua hotel yang di sistem harus sama dengan realitanya.
Boleh jadi, bagi masyarakat yang ada di daerah masih membutuhkan bimbingan ibadah dan sebagainya. Hanya saja, Amal menegaskan, jangan sampai lupa bahwa perkembangan teknologi juga bisa merubah pola pikir konsumen umrah dari daftar ke travel menjadi melakukan daftar secara mandiri atau berkelompok.
Malah, kata Amal, ada yang menilai bahwa Indonesia masih aman karena masih ada regulasi. Masalahnya, yang perlu diingat bahwa Saudi sudah membuka visa turis untuk Malaysia dan Singapura. “Kenapa Indonesia belum? Karena masih rawan overstay, tapi ini pun tidak lantas membuat kita aman. Karena Saudi sekarang masih mencari solusi untuk mengatasi overstay,” katanya.
“Dan ketika hal itu diberlakukan untuk Indonesia, maka secara otomatis regulasi umrah dari Kementerian Agama menjadi tidak punya taring lagi,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, Amal mengatakan, dalam waktu yang tidak terlalu lama, bisa jadi wholeseller atau broker hotel akan menjadi korban, termasuk penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU). “Asosiasi akan tinggal cerita, ijin PPIU yang dipigura untuk dijadikan kenangan buat anak cucu,” selorohnya.
Memang, kata Amal, banyak kalangan yang mengatakan bahwa rezeki tidak akan tertukar. Hanya saja, ada baiknya, mulai saat ini, para pelaku usaha perjalanan umrah harus siap sedia mengantisipasi kondisi seperti ini. “Perlu menyiapkan masa depan yang terbaik, sedia payung sebelum hujan, sebelum takdir bagi PPIU itu akan tiba,” kata Amal. (hay)