AMPHURI.ORG, MEKKAH–Upaya pemenuhan hak jamaah haji lansia dan disabilitas yang dilakukan oleh Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang bernaung di bawah Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia pada musim Haji 1445H/2024 patut mendapat apresiasi dari pemangku kebijakan. Pasalnya, PIHK anggota AMPHURI menurunkan muthawif (pendamping) khusus dalam semua kebutuhan akomodasi dan ibadah ini sangat membantu dan memudahkan jamaah haji lansia dan disabilitas dalam beribadah.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi Nasional Disabilitas (KND) Republik Indonesia, Deka Kurniawan dalam keterangan resminya saat memantau jamaah haji khusus yang dikelola PIHK anggota AMPHURI, di Mekkah, Kamis (20/6/2024).
“Semisal PIHK Maghfirah Travel yang mengkondisikan seluruh jamaah hajinya, terutama regu yang bersangkutan, untuk memberikan perhatian dan dukungan khusus. Bahkan untuk memenuhi hak bimbingan, travel yang membawa hampir 500 jamaah itu sampai menyiapkan alat bantu teknologi berupa Alat Penerima Suara (APS) digital dan aplikasi bimbingan audio visual bernama Towafin,” ujar Deka.
Deka menjelaskan jamaah sering kesulitan untuk mengikuti kegiatan bimbingan, namun dengan teknologi ini jamaah bisa tetap mendapatkan bimbingan secara real time, meskipun tidak ikut kegiatannya.
Lebih lanjut Deka mengatakan, dalam pantauannya selama di Tanah Suci, KND menemukan masih ada sejumlah tantangan krusial yang perlu diatasi dengan serius untuk penyelenggaraan haji berikutnya. Tantangan yang paling utama adalah belum adanya kebijakan dan sistem pendataan jamaah haji disabilitas di Kementerian Agama (Kemenag).
“Padahal data ini vital sekali, karena menjadi dasar dalam menentukan kebijakan, program dan anggaran dalam pelayanan,” tegas Deka.
Tantangan berikutnya, belum terpenuhinya perspektif yang utuh tentang konsep layanan bagi jamaah haji disabilitas. Di mana secara umum layanan lebih banyak difokuskan untuk penyandang disabilitas fisik, khususnya pengguna kursi roda dari kalangan lansia. Sementara ragam disabilitas lain ada yang belum terakomodir dalam konsep dan sistem pelayanan Kemenag, contohnya layanan bagi penyandang disabilitas tuli.
“Makanya kami siap memberi pendampingan kepada Kemenag,” tutur komisioner KND ini.
Tantangan ketiga, masih banyak titik-titik utama penyelenggaran haji yang belum ramah disabilitas. Ketika mengunjungi Aura, seorang jamaah haji penyandang disabilitas netra di pemondokannya, Hotel No. 320, Sektor 3 (Romance House), Deka mendapat pengakuan bahwa yang bersangkutan sampai mengalami insiden pingsan saat di toilet Mina, karena di sana tidakada toilet khusus disabilitas.
“Saya terpaksa ikut antri lama dengan jamaah lain yang membludak, saya jadi kelelahan,” ujar jamaah asal Binjai ini.
Menanggapi hal itu, Kabid Layanan Lansia dan Disabilitas Kemenag, Slamet, menyatakan bahwa memang ada ranah-ranah pelayanan di Tanah Suci yang belum bisa diintervensi langsung oleh Kemenag, walaupun sudah dikomunikasikan kebutuhannya.
“Itu otoritas Kementerian Haji Saudi sendiri, kami belum bisa intervensi.” jelas petugas yang mengurus Safari Wukuf ini.
Tantangan selanjutnya adalah mengenai kuota khusus lansia dan disabilitas yang belum memadai serta belum tersosialisasi dengan baik. Deka menyayangkan masih sangat sedikit sekali penyandang disabilitas yang berhaji akibat masalah tersebut.
“Perlu afirmasi yang lebih kuat dari Kemenag agar lebih banyak lagi dari mereka yang bisa mendapatkan haknya untuk menunaikan haji,” tandas Deka.
Sesuai UU Disabilitas
Sebelumnya, KND pada Jumat (7/6/2024) menerima kunjungan kehormatan dari Duta Besar Luar Biasa RI untuk Kerajaan Arab Saudi, Abdul Aziz Ahmad, di Kota Mekah. Dalam pertemuan itu, Deka menyampaikan bahwa banyak kemajuan yang sudah dicapai oleh Indonesia dalam penyelenggaran haji tahun 2024, khususnya terkait dengan program Haji Ramah Lansia dan Disabilitas.
“Kami mengapresiasi Pemerintah yang semakin meningkatkan pelayanan haji, khususnya kepada Lansia dan Disablitas,” ujar Deka.
Dalam kesempatan itu, Dubes Abdul Aziz mengatakan, sebagai bagian dari pihak yang mengawasi penyelenggaraan haji, Kedutaan Besar RI di Arab Saudi juga mengakui peningkatan tersebut.
“Tahun ini memang terlihat upaya peningkatan layanan bagi jamaah Lansia dan Disabilitas,” terang Abdul Aziz.
Hal senada diungkap Direktur Bina Haji Kemenag Arsad Hidayat yang menyampaikan di musim haji 2024 ini Kemenag telah melakukan berbagai upaya peningkatan dan terobosan dalam pelayanan, perlindungan, dan pemenuhan hak jamaah haji lansia dan disabilitas.
“Mulai dari Tanah Air sampai Tanah Suci, jamaah haji lansia dan disabilitas selalu diberikan perhatian dan prioritas, baik dalam urusan transportasi, akomodasi, termasuk fasilitas ibadah” jelas Arsad saat menerima kunjungan KND di Kantor Urusan Haji (KUH) di Mekkah, pada Rabu (12/06) yang didampingi Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Mekkah, Khalilurrahman.
Namun, menurut Arsad, upaya Kemenag yang paling penting adalah penyelenggaraan skema murur bagi para jamaah haji Lansia dan Disabilitas, termasuk jamaah yang sakit dan memiliki resiko tinggi (risti), berikut para pendampingnya. Skema ini memungkinkan mereka untuk melaksanakan salah satu wajib haji, Mabit di Muzdalifah, tanpa harus turun dari bis, namun hanya berhenti sejenak dan melanjutkan perjalanan ke Mina.
Menanggapi hal tersebut, Deka menjelaskan bahwa skema murur, merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas, merupakan penerapan dari akomodasi yang layak, yang harus dipenuhi oleh penyandang disabilitas.
“Skema itu sesuai dengan ketentuan undang-undang Disabilitas,” jelas Deka yang dalam pemantauan haji tahun ini difasilitasi AMPHURI. (hay)