Kemenkumham Lantik 49 PPNS Ditjen PHU
February 19, 2025
Tantangan Mengelola Bisnis Haji Khusus: Antara Tradisi, Regulasi dan Inovasi
February 20, 2025

Pariwisata di Tengah Badai Pemangkasan Anggaran

Pariwisata di Tengah Badai Pemangkasan Anggaran

Oleh Muhammad Rahmad *)

LANGKAH berani Presiden Prabowo yang rencananya akan memangkas anggaran negara hingga Rp 306,69 triliun menimbulkan gelombang kekhawatiran di berbagai sektor. Di balik tujuan mulia mengefisienkan belanja negara, tersimpan potensi guncangan yang tidak bisa dipandang sebelah mata, terutama bagi sektor pariwisata yang selama ini menjadi salah satu penopang devisa negara.

Mengacu pada kajian terbaru Blanchard (2023), pemangkasan anggaran dengan besaran tersebut akan menghadirkan efek domino dengan multiplier 0,7 hingga 1,2 kali. Dalam bahasa awam, setiap rupiah yang dipangkas dari APBN berpotensi mengurangi aktivitas ekonomi hingga Rp 1,2. Total kontraksi ekonomi diperkirakan mencapai Rp 214,68 triliun hingga Rp 368,03 triliun, setara dengan penurunan pertumbuhan ekonomi 1,10-1,89% dari PDB.

Bagi sektor pariwisata, angka-angka ini bukan sekadar statistik. Esquivias dan tim peneliti (2021) telah membuktikan betapa rentannya sektor ini terhadap guncangan ekonomi. Pengalaman pahit tahun 2020 menjadi pengingat nyata – penurunan PDB sebesar 2,07% telah melumpuhkan 68,2% pariwisata domestik dan menghempaskan kunjungan wisatawan mancanegara hingga 74,8%.

Pelajaran dari Tiongkok, sebagaimana diungkap Wang dkk (2022), memberikan perspektif yang lebih mencekam. Negeri Tirai Bambu mengalami kontraksi pariwisata 61,1% ketika PDB-nya anjlok 6,8% pada kuartal pertama 2020. Ini membuktikan bahwa sektor pariwisata memiliki sensitivitas berlipat terhadap guncangan ekonomi.

Malahayati dkk (2021) mengingatkan bahwa pariwisata Indonesia bukanlah sektor yang berdiri sendiri. Ketika sektor akomodasi dan kuliner terpukul dengan kontraksi 10,22%, efek domino-nya merambat ke transportasi, perdagangan, hingga jasa pendukung lainnya. Pemangkasan anggaran yang lebih besar kali ini bisa jadi akan menghadirkan dampak yang lebih dalam.

Studi Adedoyin dkk (2023) memberikan perspektif yang lebih spesifik. Setiap penurunan belanja pemerintah 1 persen berpotensi mengurangi kunjungan wisatawan mancanegara 0,3 hingga 0,5%. Dengan pemangkasan anggaran mencapai 8-10 persen dari APBN, bayangkan berapa banyak wisatawan yang akan berpikir ulang untuk mengunjungi Indonesia.

Yunani menawarkan cermin yang perlu kita renungkan. Kalantzi dkk (2023) mencatat bahwa negeri yang mengandalkan pariwisata hingga 20,8% dari PDB-nya ini harus menelan pil pahit ketika memangkas belanja pemerintah 5,5% selama krisis 2010-2018. Kontribusi pariwisata terhadap PDB merosot menjadi 15,1%.

Namun, tidak semua negara terpuruk dalam menghadapi keterbatasan anggaran. Brasil, menurut Todesco dan Silva (2021), berhasil mempertahankan kinerja pariwisatanya melalui perencanaan sektoral yang terintegrasi. Tingkat eksekusi anggaran mencapai 87,3% dengan dampak ekonomi yang terukur. Ukraina, di tengah berbagai tantangan, bahkan mampu meningkatkan investasi swasta di sektor pariwisata hingga 23,4% melalui sistem insentif fiskal yang inovatif (Trusova dkk, 2023).

Afrika Selatan menunjukkan bahwa keterbatasan anggaran bukan akhir dari segalanya. Mashapa dan Dube (2023) mencatat keberhasilan taman nasional Cape Barat mempertahankan 72 persen kunjungan wisatawan domestik melalui penguatan peran komunitas lokal. Model serupa diterapkan Jepang, di mana keterlibatan aktif pemangku kepentingan lokal mampu mempertahankan 85% program konservasi terumbu karang meski anggaran dipangkas 30% (Abe dkk, 2022).

Malaysia memberikan pelajaran berharga tentang kemitraan pemerintah-swasta. Di tengah keterbatasan anggaran, 65% usaha pariwisata tetap beroperasi berkat kolaborasi yang efektif (Hanafiah dkk, 2021). Nguyen (2023) menegaskan bahwa kunci keberhasilan terletak pada kualitas tata kelola dan institusi yang mampu mengoptimalkan setiap rupiah yang dibelanjakan.

Indonesia perlu memetik pelajaran dari berbagai pengalaman ini. Pemangkasan anggaran memang tidak terelakkan, tetapi dampaknya bisa dimitigasi melalui optimalisasi penggunaan anggaran, penguatan kemitraan, dan inovasi model pengelolaan. Yang dibutuhkan adalah komitmen kuat dan koordinasi erat antara pemerintah pusat, daerah, pelaku industri, dan masyarakat lokal.

Pariwisata Indonesia telah membuktikan ketangguhannya menghadapi berbagai krisis. Pemangkasan anggaran kali ini mungkin akan menjadi ujian berat, tetapi dengan strategi yang tepat dan kolaborasi yang erat, sektor ini akan tetap menjadi salah satu penggerak utama ekonomi nasional.

*) Muhammad Rahmad, Ketua Korwil DKI DPP AMPHURI, peneliti dan pengamat Pariwisata Nasional

Leave a Reply