AMPHURI.ORG, JAKARTA–Wakil Presiden Ma’ruf Amin ikut angkat bicara terkait putusan pengadilan atas kasus First Travel (FT) yang memutuskan aset dikembalikan disita negara. Meski putusan memerintahkan disita negara, namun ujungnya harus diberikan kepada jamaah.
“Karena kan itu dananya jamaah yang dipakai oleh First Travel, ya. Dan karena itu, ketika asetnya disita, ya, harus dikembalikan ke jamaah,” ujar Ma’ruf di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (20/11/2019), seperti dikutip ihram.co,id, Kamis (21/11/2019).
Menurutnya, otoritas yang berwenang bisa optimal dalam melelang aset FT. Dengan begitu, proses pengembalian aset kepada jamaah bisa dilakukan. Namun, Ma’ruf menekankan, pengembalian aset FT ini bisa dilakukan secara adil.
“Kita serahkan kepada pihak otoritas, mereka punya mekanisme sendiri, yang penting itu prinsipnya adil lah. Kalau dia itu rugi, ruginya berapa persen, ya, tidak semua. Yang gede-gede, yang kecil-kecil, ya adil lah,” katanya.
Apalagi, kata Wapres, laporan korban penipuan FT sudah terdata. “Nah, dana yang terkumpul itu berapa banyak, tinggal berapa persen dana yang terkumpul dari masing-masing itu,” ujarnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok menjatuhkan vonis terhadap pendiri FT Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Hasibuan, dengan hukuman masing-masing 20 tahun dan 18 tahun penjara. Direktur Keuangan FT Kiki Hasibuan juga dihukum 15 tahun penjara.
Permasalahan dimulai dari putusan tingkat kasasi di MA yang menetapkan bahwa seluruh harta FT bukan dikembalikan ke jamaah, melainkan dirampas oleh negara. Para korban kasus itu kemudian menyatakan keberatan dan meminta aset FT yang disita dapat dibagikan ke para korban.
Kendati demikian, sejauh ini belum ada keterangan pasti, baik dari tuntutan dan dakwaan jaksa maupun putusan pengadilan, soal nilai total aset yang disita dan kemudian dirampas negara untuk dilelang. Dalam amar putusan hanya dituliskan item-item yang disita sekitar 800 buah. Sebagian di antaranya diputuskan akan dikembalikan, sedangkan sekitar 529 aset bernilai ekonomi selebihnya akan dirampas negara.
Jumlah itu jauh dari aliran dana yang dibacakan dalam putusan. Hakim sempat membacakan bahwa dana yang dihimpun FT dari 93 ribu calon jamaah sejak 2015 hingga 2017 mencapi Rp 1,3 triliun. Dari jumlah itu, kira-kira 23 ribu jamaah diberangkatkan, sedangkan 63 ribu sisanya dengan nilai setoran Rp 905,3 miliar belum berangkat.
Dari setoran 63 ribu jamaah itu, dalam amar putusan disebutkan, sebagian telah digunakan untuk menalangi kekurangan biaya jamaah yang berangkat. Dana jamaah tersebut juga digunakan para terpidana membeli properti, kendaraan, perusahaan, barang-barang mewah, dan membiayai perjalanan.
Artinya, semestinya masih ada kira-kira Rp 644.999.740.000 dalam rekening bank. Namun, dalam salinan barang sitaan, jumlah total saldo dalam puluhan rekening milik terpidana yang disita hanya berkisar Rp 5,5 miliar yang terdiri atas uang rupiah dan dolar AS. Jumlah tersebut belum termasuk sekitar 500 aset yang disita.
Terkait kerancuan nilai aset itu, Kejaksaan Agung (Kejakgung) menyatakan akan melakukan perhitungan ketika lelang akan dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Depok. “Penghitungan aset itu ketika lelang,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Mukri, di Jakarta, Rabu (20/11).
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) melalui Kepala Biro Hukum dan Humas MA Abdullah menekankan, mekanisme lelang aset FT diserahkan ke kejaksaan. Selanjutnya, kejaksaan dapat menentukan uang hasil lelang aset itu diserahkan kepada jamaah atau dimasukkan ke dalam kas negara.
Kuasa hukum Andika Surachman, Boris Tampubolon, mengatakan, penghitungan ulang aset diperlukan. Selain untuk mengetahui nilai kerugian jamaah, penghitungan juga untuk mengetahui mana-mana saja aset Andika yang disita penyidik kepolisian merupakan aset sebelum dugaan tindak pidana yang dilakukan Andika pada tahun 2015.
“Iya, pada akhrinya harus dihitung ulang sama mereka berapa sebenarnya aset semua ini,” katanya. (hay)