AMPHURI.ORG, BANJARBARU– Proses bimbingan merupakan sesuatu yang khas dan bersifat individual,sumber belajar yang paling berharga ada di dalam diri orang dewasa itu sendiri, selanjutnya digali dan ditata kembali agar lebih efektif, baik dalam proses emosional maupun intelektual.
Hal ini ditegaskan oleh Kepala Sub Direktorat (Kasubdit) Bimbingan Jemaah Haji (Bimjah) pada Direktorat Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Arsad Hidayat saat menjadi pembicara Sertifikasi Pembimbing Manasik Haji Profesional Angkatan ke-2 di Asrama Haji Embarkasi Banjarmasin di Banjarbaru, Selasa (9/11/2021), sebagaimana dikutip laman resmi kemenag.go.id, Rabu (10/11/2021).
“Belajar merupakan hasil kerjasama antar manusia, maka diharapkan mau untuk saling menerima, memberi, menghargai, dan berbagi dengan orang lain, belajar juga merupakan proses evaluasi oleh karenanya perubahan sikap tidak bisa terjadi seketika, tapi perlu waktu dan proses,” katanya.
Arsad berharap peserta sertifikasi pembimbing manasik haji tersebut agar dapat meningkatkan kualitas, kreativitas dan integritas (kompetensi) dirinya sebagai pembimbing manasik haji agar ia mampu menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional dalam rangka menciptakan jamaah haji-jamaah haji yang mandiri dalam melakoni seluruh rangkaian kegiatan ibadah haji.
Arsad menambahkan, setidaknya ada delapan sikap seorang pembimbing yang baik itu memiliki, di antaranya: Pertama, empati yakni menyatu dalam pengalaman peserta, merenungi makna pengalaman tersebut dan menekan penilaian pribadi pembimbing. Kedua, wajar yaitu bersikap jujur, apa adanya, konsisten, dan terbuka.
Ketiga, respek dan mempunyai pandangan positif terhadap peserta, menerima orang lain dengan penghargaan penuh, menghargai perasaan, pengalaman dan kemampuan peserta. Keempat, komitmen dalam kehadiran yaitu menghadirkan diri secara penuh, siap menyertai kelompok dalam segala keadaan.
Kelima, membuka diri yaitu menerima keterbukaan orang lain, tanpa menilai dari ukuran, konsep dan pengalaman pribadi pembimbing. Keenam, tidak menggurui, tidak menjadi ahli yaitu tidak terpancing untuk menjawab setiap pertanyaan peserta, seakan-akan pembimbing ahli dalam segala bidang.
Berikutnya yang ketujuh, tidak berdebat yakni coba untuk mengalihkan untuk menjadi diskusi umum dan kedelapan, tidak diskriminatif karena calon jamaah sifatnya heterogen, pembimbing hendaknya memberikan perhatian pada semua peserta.
Arsad menyampaikan umumnya calon jamaah haji itu orang dewasa bahkan ada yang berusia lanjut maka gunakan prinsip andragogi dalam membimbing mereka, yaitu ilmu atau seni membimbing orang dewasa belajar yang diasumsikan telah memiliki konsep diri yang matang dan memiliki pengalaman yang berbeda dengan pengalaman orang dewasa lainnya.
“Orang dewasa akan belajar apabila apa yang dipelajari sesuai dengan peranan sosial yang diembannya serta orang dewasa mau belajar apabila dapat meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah mereka,” katanya.
Arsad menyebutkan asumsi orang dewasa untuk memperoleh pengetahuan, kerampilan dan sikap yang baru kadang orang dewasa tidak mau diajarin, oleh karena itu dimotivasilah mereka, orang dewasa mau dibimbing bila ada hubungan dengan kebutuhannya,selalu berbasis pengalaman, tidak akan banyak berarti bila mereka terlalu diceramahi dan digurui.
“Tujuan bimbingan itu merubah dari ketergantungan menjadi mandiri, sehingga perlu waktu dan usaha yang sungguh-sungguh karena sebagian besar jamaah haji sangat memiliki ketergantungan baik dalam hal ibadah, berinteraksi atau adaptasi terhadap lingkungan baru,” katanya. (hay)