AMPHURI.ORG, JAKARTA–Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI) Firman M Nur meminta pemerintah untuk membuat aturan seputar kuota tambahan haji. Hal ini disampaikan menyusul keputusan Indonesia melepas tambahan kuota 10.000 pada pelaksanaan haji 1443H.
“Kami (asosiasi) berharap dukungan Pemerintah Indonesia dalam hal memaksimalkan tambahan kuota. Kejadian tambahan kuota yang tidak kita manfaatkan perlu dievaluasi kembali,” kata Firman yang saat ini masih berada di Tanah Suci, seperti dikutip Republika, Selasa (12/7/2022).
Firman mengatakan, adanya tambahan kuota yang diberikan Kerajaan Saudi kepada Indonesia disebut merupakan sebuah bentuk kepercayaan. Saudi menaruh kepercayaan agar Indonesia bisa meningkatkan jumlah jamaahnya.
Menurutnya, diperlukan sebuah terobosan melalui regulasi untuk membahas pembagian kuota tambahan ini. Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) disebut selalu siap untuk penambahan kuota berapapun yang diberikan.
“Kami sifatnya menyelenggarakan sendiri dan punya waktu toleransi persiapan yang lebih pendek, fleksibel. Jika kemarin tambahan kuota itu dibicarakan baik-baik dengan asosiasi, insya Allah kami bisa menyerapnya,” lanjut dia.
Penyerapan tambahan kuota ini juga dinilai sebagai bagian dari meningkatkan kepercayaan Saudi kepada Indonesia. Setiap pihak disebut berharap dengan panjangnya antrian kuota di Indonesia, yang mendapai 40 tahun, perlu dicarikan solusi.
Selanjutnya, Firman menyebut adanya tambahan kuota yang diberikan oleh Kerajaan Saudi merupakan salah satu bentuk solusi untuk mengurangi antrian keberangkatan haji Indonesia. Termasuk adanya haji furoda dan mujamalah juga menjadi solusi lain dari besarnya kebutuhan dan keinginan Muslim di Indonesia untuk melaksanakan rukun Islam kelima.
“Saya kira ketika kita bisa memanfaatkan dan memaksimalkan tambahan kuota ini, akan lebih memendek masa antri jamaah, baik haji khusus dan reguler. Dalam hal keterbatasan waktu untuk memenuhi tambahan kuota itu, saya kira perlu dicarikan solusi hukum dan undang-undang, sehingga bisa diserap dengan baik oleh masyarakat,” ujarnya.
Pemerintah Indonesia disebut telah memiliki Undang-Undang yang mengatur seputar pelaksanaan haji, yaitu UU Nomor 8 tahun 2019. Di dalamnya juga dibahas seputar haji furoda dan mujamalah, dimana PIHK diminta untuk melaporkan kegiatan pelayanan dan manifes jamaah kepada Kementerian Agama (Kemenag) selaku pengawas.
Regulasi ini, kata Firman, dinilai telah cukup dalam mengakomodir hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan haji khusus, furoda dan mujamalah yang dijalankan PIHK. Adapun dengan kejadian tahun ini dimana banyak calon jamaah haji furoda dan mujamalah yang gagal berangkat, pihak asosiasi disebut akan berusaha menjalin komunikasi langsung dengan Kerajaan Saudi. (hay)