AMPHURI.ORG, DEPOK—Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Nur Arifin menyampaikan dalam rangka persiapan ibadah haji khusus 1445H, pihaknya menggelar Focus Group Discussion (FGD) di Depok, pada Senin, 25 September 2023. FGD yang diikuti seluruh pimpinan asosiasi penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) ini bertajuk Mitigasi Risiko Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus.
“Saat ini ada banyak kebijakan baru dari Arab Saudi yang harus diketahui. Pemerintah dan PIHK harus segera merespon, menyiapkan diri agar dalam pelaksanaan haji tahun 1445H dapat berjalan dengan lancar,” kata Nur Arifin dalam pengarahannya, di Hotel Santika, Depok, Senin (25/9/2023).
Lebih lanjut Nur Arifin menyampaikan perlunya persiapan ibadah haji khusus lebih awal, karenanya, mitigasi ini dipersiapkan.
“Para pimpinan Asosiasi PIHK kami harapkan dapat memberikan masukan-masukan sebagai bagian dari identifikasi masalah haji khusus. Potensi masalah yang akan muncul segera kita petakan agar dapat dipersiapkan alternatif solusinya, sehingga mitigasi risiko menjadi bagian penting dari penyelenggaraan ibadah haji khusus,” tegasnya.
Kegiatan tersebut diikuti oleh 11 pimpinan Asosiasi PIHK, perwakilan PIHK, Kementerian lain terkait, dan peserta internal Kemenag. Narasumber berasal dari Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah yang disampaikan oleh Staf Teknis Haji, Kepala Kantor Imigrasi Bandara Soekarno Hatta, dan Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus.
FGD menghasilkan beberapa rekomendasi pokok, di antaaranya:
Pertama, Pemerintah perlu merespon kebijakan Arab Saudi tentang jumlah PIHK atau konsorsium PIHK yang dapat mengirimkan jamaah haji khusus tahun 1445H dalam bentuk surat yang dapat ditunjang dengan kajian kebijakan sederhana berdasarkan regulasi haji Indonesia, hasil evaluasi haji khusus, dan isu-isu terkini dalam penyelenggaraan ibadah haji khusus.
Surat tersebut dapat ditindaklanjuti dengan pertemuan antara Kemenag, Asosiasi PIHK, KUH Jeddah, dan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi.
Kedua, Kemenag secara paralel melakukan percepatan KMA Kuota Haji Khusus 1445H yang terpisah dari KMA Kuota Haji Reguler, Kepdirjen mekanisme pelunasan Bipih Khusus, sampai dengan operasional penyelenggaraan ibadah haji khusus 1445H.
Ketiga, Kemenag, KUH, dan Asosiasi segera melakukan penjajagan kontrak layanan dengan penyedia layanan masyair yang dapat dilaksanakan di Arab Saudi atau diundang ke Indonesia.
Keempat, Perlu kesepahaman antar K/L dalam mencegah keberangkatan haji non prosedural (visa non haji) dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama antar Direktur Jenderal (DJPHU dan DJ Imigrasi) atau Keputusan Bersama Antar Menteri.
Kelima, Peningkatan sosialisasi regulasi haji khusus kepada masyarakat yang dilaksanakan bersama antara Kemenag, Asosiasi PIHK, dan PIHK.
Keenam, Perlu dibangun katalisator sistem (aplikasi) untuk integrasi dengan e-hajj yang dapat mengkonsolidasikan kontrak PIHK.
Ketujuh, Istitha’ah Kesehatan jamaah Haji tahun 1445H tetap mengacu kepada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016. Agar diformulasikan istitha’ah Kesehatan bagi jamaah haji khusus yang berbeda dengan jamaah haji reguler dengan mempertimbangkan masa tinggal jamaah haji khusus di Arab Saudi yang lebih singkat. (hay)