AMPHURI.ORG, JAKARTA – Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) mendukung penuh upaya pemerintah terkait perlindungan kesehatan bagi warga negara Indonesia (WNI) yang melakukan perjalanan internasional, tak terkecuali yang menunaikan ibadah umrah di masa pandemi. Dimana bagi pelaku perjalanan luar negeri wajib untuk karantina selama lima hari dan tes RT-PCR dua kali yakni pada saat kedatangan dan keluar dari karantina hotel.
Demikian disampaikan Ketua Bidang Umrah DPP AMPHURI, Zakaria Anshary di Jakarta, Kamis (21/1/2021) terkait upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada jamaah umrah di masa pandemi.
Menurutnya, aturan ini sedikit memberatkan jamaah. Karena itu, AMPHURI tengah meminta kepada otoritas penanganan pencegahan Covid-19 agar ada pengecualian terkait proses karantina bagi masyarakat yang akan menunaikan ibadah umrah. Memang, kata Zaki sapaan akrabnya, pemerintah dalam hal ini Kemenag telah mengeluarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 719 tahun 2020 yang mengatur tentang Penyelenggaran Ibadah Umrah di Masa Pandemi Covid-19.
Menyusul kemudian adanya Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 2 Tahun 2021 tanggal 14 Januari 2021 tentang Protokol Kesehatan Perjalanan Internasional dalam Masa Pandemi Covid-19 dan Surat Keputusan Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 6 Tahun 2021 tanggal 5 Januari 2021 tentang Kriteria Hotel dan Kewajiban RT-PCR bagi Warga Negara Indonesia Pelaku Perjalanan Luar Negeri. Dimana dalam surat tersebut mewajibkan WNI pelaku perjalanan luar negeri untuk karantina selama lima hari dan tes RT-PCR dua kali yakni pada saat kedatangan dan keluar dari karantina hotel.
Karena itu, sekali lagi kata Zaki, AMPHURI memohon agar WNI jamaah umrah mendapat pengecualian dari kewajiban karantina selama lima hari dan tes RT-PCR dua kali, dengan pertimbangan bahwa perjalanan ibadah umrah telah dikontrol secara ketat dalam pelaksanaannya oleh Pemerintah Indonesia sebelum keberangkatan dan Pemerintah Saudi selama berada di Tanah Suci.
“Disamping itu, jamaah umrah telah dikarantina minimal dua hari sebelum keberangkatan, kemudian melalui tes swab PCR sebelum take off. Hanya yang hasil tes PCR-nya negatif yang boleh berangkat,” tegasnya.
Zaki menambahkan, jamaah umrah setiba di Saudi juga harus menjalani karantina selama tiga hari dan tes swab dalam masa karantina di Saudi. “Bila hasil tes swab negatif, jamaah diperbolehkan menjalankan ibadah umrah dan ibadah lainnya di Tanah Suci,” jelas Firman.
Tidak hanya itu, saat kepulangan pun jamaah umrah kembali menjalani tes swab sebagai persyaratan kepulangan kembali ke tanah air. Sementara dalam kedua surat tersebut, sangat jelas bahwa jamaah umrah tidak termasuk dalam WNI yang pembiayaan hotel karantina dan tes RT-PCR-nya bersumber dari Dana Siap Pakai (DSP) Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Hal ini tentu sangat memberatkan jamaah umrah yang keberangkatannya ke Tanah Suci adalah untuk beribadah, bila harus menanggung biaya karantina hotel dan tes RT-PCR dua kali. Maka, AMPHURI memohon agar jamaah umrah dapat dikecualikan dari kewajiban karantina lima hari dan tes RT-PCR dua kali.
“Bila tidak bisa dikecualikan, kami memohon agar jamaah umrah termasuk dalam WNI yang pembiayaan hotel karantina dan tes RT-PCR nya bersumber dari DSP BNPB,” katanya. (hay)