AMPHURI.ORG, JAKARTA–Direktur Jendaral Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Hilman Latief mengatakan bahwa pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dalam Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M. Komposisi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jamaah dan penggunaan nilai manfaat (NM) dihitung secara lebih proporsional.
“Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jamaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantri keberangkatan, tidak tergerus habis,” terang Hilman Latief di Jakarta, Sabtu (21/1/2023).
Menurutnya, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan.
Berikut perkembangan BPIH 2010-2022 yang bersumber dari Paparan BPKH pada Media Briefing, 19 Januari 2023 lalu.
Dari data tersebut, lanjut Hilman, diketahui bahwa pada tahun 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jamaah hanya Rp4,45 juta. Sementara Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13%, sementara Bipih 87%.
Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19% (2011 dan 2012), 25% (2013), 32% (2014), 39% (2015), 42% (2016), 44% (2017), 49% (2018 dan 2019). Karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022 (jemaah sudah melakukan pelunasan), penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59%.
“Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak,” jelasnya.
Nilai manfaat, lanjut Hilman, bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Karenanya, nilai manfaat adalah hak seluruh jamaah haji Indonesia, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat.
Mulai sekarang dan seterusnya, nilai manfaat harus digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan. Apalagi, kinerja BPKH juga masih belum optimal sehingga belum dapat menghasilkan nilai manfaat ideal.
Jika pengelolaan BPKH tidak kunjung optimal serta komposisi Bipih dan NM masih tidak proporsional, maka nilai manfaat akan terus tergerus dan tidak menutup kemungkinan akan habis pada 2027.
“Jika komposisi Bipih (41%) dan NM (59%), dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat habis pada 2027 sehingga jamaah 2028 harus bayar full 100%. Padahal mereka juga berhak atas nilai manfaat simpanan setoran awalnya yang sudah lebih 10 tahun,” urainya.
Untuk itulah, kata Hilman, Pemerintah dalam usulan yang disampaikan Gus Men saat Raker bersama Komisi VIII DPR, mengubah skema menjadi Bipih (70%) dan NM (30%).
“Mungkin usulan ini tidak populer, tapi Gus Men lakukan demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jamaah haji sekaligus menjaga keberlanjutannya,” tegasnya.
“Ini usulan pemerintah untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. Kita tunggu kesepakatannya, semoga menghasilkan komposisi paling ideal. Aamiin,” tandasnya. (hay)