AMPHURI.ORG, JAKARTA – Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, Nizar, menegaskan bahwa penandatanganan Perjanjian Kerja Sama Pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan, Pengawasan, dan Penanganan Permasalahan Penyelenggaraan Ibadah Umrah oleh 6 Kementerian dan 3 Lembaga Negara merupakan langkah teknis-operasional dalam menindaklanjuti Nota Kesepahaman yang telah ditandatangani pada 8 Februari 2019 yang lalu oleh pimpinan Kementerian dan Lembaga. Penandatanganan perjanjian kerjasama itu dilakukan di hotel Aryaduta Jakarta, pada Selasa (7/5/2019).
Dalam sambutannya, Nizar mengatakan, peristiwa ini pantas untuk disyukuri karena merupakan wujud kehadiran negara yang lebih masif dalam mengatasi berbagai persoalan penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah.
“Penandatantangan kerjasama ini menjadi salah satu milestone penting dalam upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah di Indonesia,” katanya berharap, sebagaimana dilansir di laman resmi Kemenag.go.id.
Kemenag merupakan kementerian yang diberikan amanat oleh Undang-Undang untuk mengatur tata kelola penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah di tanah air. Sebagaimana halnya penyelenggaraan ibadah haji. “Perbedaannya adalah fungsi sebagai operator dalam penyelenggaraan umrah tidak dilakukan, meskipun sesungguhnya diberikan ruang oleh Undang-Undang, karena dianggap cukup dilakukan oleh masyarakat, dalam hal ini Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU),” kata Nizar.
Kemenag dalam hal penyelenggaraan umrah, dijelaskan oleh Nizar, memiliki fungsi regulator dan pengawasan dalam rangka pelindungan terhadap jamaah umrah. Pengawasan penyelenggaraan ibadah umrah dilakukan secara terpadu oleh Kemenag bersama berbagai pemangku kebijakan dan Kemenag di daerah.
“Penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah memiliki karakteristik yang berbeda dengan penyelenggaraan ibadah haji. Jika dalam penyelenggaraah haji visa diberikan melalui pemerintah (G to G), maka dalam umrah visa langsung diurus oleh PPIU kepada pihak Arab Saudi (B to B),” ujarnya.
Nizar menambahkan, regulasi umrah yang telah diatur baik oleh Pemerintah Arab Saudi maupun Indonesia, telah didesain agar para jamaah memperoleh pelayanan dan pelindungan yang dibutuhkan. Akan tetapi, seringkali regulasi-regulasi ini diabaikan dan dilanggar oleh sebagian PPIU serta mayarakat lain yang bekerja tanpa izin untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dan merugikan para jamaah.
“Kementerian Agama telah dan akan terus berupaya menertibkan para penyelenggara perjalanan ibadah umrah yang nakal,” tandasnya.
Lebih lanjut, Nizar menyatakan perlunya pemberian sanksi bagi pihak yang merugikan jemaah. Sanksi diberikan berupa peringatan, pembekuan atau bahkan pencabutan izin operasional. (hay)