AMPHURI.ORG, JAKARTA–Kementerian Agama bersama Komisi VIII DPR membahas skenario penyelenggaraan haji di tengah pandemi Covid-19. Ada tiga skema yang muncul, haji terus berjalan sebagaimana biasa, berjalan dengan pembatasan kuota, dan batal.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Nizar dalam keterangan persnya di Jakarta yang diterima redaksi, Jumat (17/4/2020).
Dalam keterangan pers tersebut Nizar menyebutkan, sampai 16 April 2020, 79,31% calon jamaah haji reguler dan 69,13% jamaah haji khusus yang sudah melunasi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 1441H/2020M. Lantas, jika ternyata haji batal, bagaimana kelanjutan dana pelunasan tersebut?
Menurutnya, Komisi VIII DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang berlangsung Rabu, 15 April 2020 kemarin, bersepakat bahwa setoran lunas calon jamaah haji reguler dapat dikembalikan kepada jamaah yang telah melunasi Bipih.
“Terhadap jemaah yang menarik kembali setoran lunasnya, yang bersangkutan akan menjadi jamaah berhak lunas pada tahun berikutnya,” kata Nizar mengutip salah satu butir simpulan rapatnya.
“Hal sama berlaku juga bagi calon jamaah haji khusus. Mereka bisa mengajukan pengembalian setoran lunas melalui PIHK (Penyelenggara Ibadah Haji Khusus) tempatnya mendaftar,” imbuhnya.
Nizar mengaku, pihaknya sudah menyiapkan skenario pengembalian dana pelunasan jamaah jika haji 1441H dibatalkan. Namun, ia menggarisbawahi bahwa yang dikembalikan hanyalah biaya pelunasannya, bukan dana setoran awalnya. Kecuali kalau jamaah yang bersangkutan berniat membatalkan rencananya beribadah haji.
Untuk haji reguler, kata Nizar, ada dua opsi yang disiapkan. Pertama, dana dikembalikan kepada jamaah yang mengajukan. Caranya, jamaah datang ke Kankemenag Kabupaten/Kota untuk mengajukan pengembalian biaya pelunasan. Kankemenag akan melakukan input data pengajuan ke Siskohat. Selanjutnya, Subdit Pendaftaran verifikasi pengajuan dan menyetujui pengembalian biaya pelunasan.
“Dirjen PHU lalu mengajukan ke BPKH daftar jamaah yang meminta pengembalian. BPKH melakukan pengembalian dana ke rekening jamaah,” tegasnya.
“Status di Siskohat bagi jamaah yang mengajukan pengembalian menjadi belum lunas. Tahun depan, harus kembali melunasi setelah Bipih ditetapkan,” sambungnya.
Sementara, lanjut Nizar, bagi jamaah yang tidak menarik biaya pelunasannya, tercatat di Siskohat sebagai jamaah lunas tunda. Tahun depan, jika Bipih nya sama, tidak perlu lagi membayar pelunasan. Jika Bipih tahun depan lebih besar, jamaah hanya bayar selisihnya.
Skenario kedua, biaya pelunasan dikembalikan kepada semua jamaah, baik mengajukan ataupun tidak. Prosesnya, Ditjen PHU langsung mengajukan pengembalian biaya pelunasan semua jamaah ke BPKH, dan mengubah status jamaah di Siskohat menjadi belum lunas.
“Berdasarkan pengajuan Ditjen PHU, BPKH melakukan pengembalian biaya pelunasan ke rekening jamaah,” tutur Nizar.
Untuk haji khusus, lanjut Nizar, Ditjen PHU cenderung pada opsi pertama, yaitu: adanya pengajuan pengembalian dari jamaah. Prosesnya, jamaah yang akan meminta pengembalian Bipih pelunasan, membuat surat ke PIHK dengan menyertakan nomor rekeningnya. PIHK lalu membuat surat pengantar pengajuan pengembalian Bipih pelunasan ke Kemenag berikut nomor rekening jamaah yang menjadi tujuan transfer. Lalu, Kemenag mengajukan surat pengantar pengembalian Bipih pelunasan ke BPKH.
“BPKH kemudian yang mentransfer ke rekening jamaah,” tegasnya. (hay)