AMPHURI.ORG, JAKARTA–Usulan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menekankan pentingnya kemampuan jamaah haji soal rencana kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada tahun 2024 dinilai sudah tepat. DPR dinilai menunjukkan upaya memperjuangkan hak masyarakat yang ingin menunaikan ibadah haji.
“Sikap DPR baik sekali dengan tentunya memperjuangkan hak-haknya masyarakat, tapi kalau memang ini sudah menjadi kebutuhan dan harus naik maka didiskusikan bersama,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) Farid Aljawi dalam keterangan tertulis, Jumat (17/11/2023), sebagaimana dikutip detik.com.
Menurut Farid, DPR melalui Komisi VIII DPR menyatakan akan mengkaji usulan kenaikan biaya haji melalui Panitia Kerja (Panja) BPIH 1445 H/2023 M. Komisi VIII DPR juga mengingatkan agar kenaikan BPIH memperhatikan kemampuan jamaah. Adapun usulan kenaikan biaya haji yang diusulkan oleh Kemenag adalah sebesar Rp 105 juta per jamaah. Jumlah tersebut naik dibandingkan biaya haji tahun 2023 ini yang berada di kisaran angga Rp 90 juta.
Usulan biaya sebesar Rp 105 juta per jamaah itu untuk pembiayaan berapa komponen seperti biaya penerbangan, akomodasi, konsumsi, transportasi, pelayanan di Arafah-Muzdalifah-Mina (Armuzna). Kemudian untuk perlindungan, embarkasi dan debarkasi, keimigrasian, asuransi, dokumen perjalanan, biaya hidup, pembinaan, pelayanan umum, serta pengelolaan BPIH.
BPIH sendiri bersumber dari dua komponen, yakni biaya yang ditanggung setiap jamaah atau Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih), dan nilai manfaat yang akan ditanggung oleh Pemerintah melalui Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Terkait biaya haji 2024 atau Bipih yang dibebankan kepada setiap jamaah, baru akan ditetapkan usai usulan BPIH tersebut mendapat kesepakatan bersama DPR. Pada tahun 2023, disepakati biaya Bipih yang dibayar jamaah rata-rata sebesar Rp 49.812.700,26 (55,3%), sedang yang bersumber dari nilai manfaat sebesar rata-rata Rp 40.237.937 (44,7%).
Dengan adanya usulan kenaikan BPIH, Farid menekankan bahwa DPR sudah sepatutnya mempertanyakan alasan Kemenag menaikkan biaya haji. Komisi VIII DPR telah memastikan akan mengkaji unsur mana saja yang mengalami kenaikan agar dapat diketahui alasan perubahan biaya.
“Jadi saya minta DPR terus berjuang, didetailkan di semua lini. Mulai dari penginapan hingga dari sisi penerbangan. Karena sekarang masyarakat sudah bisa melihat, jangan sampai masyarakat yang menilai perbedaan biaya di setiap lini. Maka harus bisa dijelaskan secara rinci juga,” jelas Farid.
Apabila ada kenaikan dalam BPIH sekalipun, diharapkan angkanya tidak terlalu signifikan dari biaya haji sebelumnya. Dengan begitu, kata Farid, biaya haji tahun 2024 tidak akan membebani jemaah haji yang akan berangkat ke tanah suci.
“Tapi kalau pun ada kenaikan tidak usah signifikan, harus bisa dikaji mana yang bisa dipangkas. Apakah dari sisi transportasinya, apakah dari penerbangannya. Karena penerbangan itu hampir menguasai sekitar 40 persen dari total biaya haji,” tambahnya.
“Maka penting sekali pengawalan dari DPR agar kenaikan biaya haji masih masuk akal dan tidak memberatkan masyarakat yang akan berangkat haji,” lanjut Farid.
DPR juga disebut dapat mengawal upaya yang dilakukan pemerintah untuk meyakinkan Arab Saudi terkait biaya mana saja yang mungkin bisa ditekan. Menurut Farid, hal tersebut dapat dilakukan mengingat Indonesia merupakan negara penyumbang jamaah haji terbesar.
“Karena memang kami menyadari ada biaya yang harus naik, tapi kan kita tahu Indonesia penyumbang jamaah haji terbesar maka kita bisa dimudahkan dengan berbagai item yang dikeluarkan. Jadi harus bisa dinegosiasikan dengan pihak Arab Saudi,” ungkapnya.
Kemenag mengklaim kenaikan BPIH dilatarbelakangi karena adanya sejumlah faktor. Salah satunya karena kenaikan kurs, baik Dollar Amerika Serikat (AS) maupun Riyal Arab Saudi yang berdampak pada kenaikan biaya layanan.
Meski begitu, Farid sepakat dengan DPR yang mengingatkan apabila ada kenaikan biaya haji, besarannya disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan para jamaah. Ia juga mengingatkan agar pembahasan BPIH dilakukan secara transparan.
“Jika itu menjadi kenaikan yang disepakati bersama, komponen biaya-biaya kenaikan dengan biaya-biaya kemarin itu harus di publish ke masyarakat,” sebut Farid.
Farid juga setuju dengan DPR yang menegaskan agar rencana kenaikan BPIH dibarengi dengan peningkatan pelayanan haji. Terutama agar bagaimana Pemerintah dapat memfasilitasi para jemaah lanjut usia (lansia) secara maksimal. Sebab, kata Farid, hampir 60 persen jamaah haji asal Indonesia sudah mencapai usia lanjut.
“Manula ini perlu pendamping dari keluarga jangan sampai mereka sudah daftar haji antrenya sudah mencapai 20 tahun, ketika haji sudah tidak memungkinkan untuk aktivitas normal,” tuturnya.
“Kalau tidak didampingi keluarga itu dia tidak bisa ibadah maksimal. Akhirnya jadi kurang bagus, sia-sia. Maka pendamping itu harus dari keluarga, porsinya harus ada,” sambung Farid.
Selain itu, Farid juga menyoroti soal konsumsi bagi lansia selama melaksanakan ibadah haji. Ia menilai, pengawasan dari DPR dapat memastikan pemerintah lebih jeli memperhatikan urusan makanan bagi lansia mengingat lansia banyak yang mengalami masalah kesehatan. Farid menyebut, berdasarkan pengalaman selama ini, sajian makanan dari panitia penyelenggara haji banyak yang tidak dimakan oleh lansia.
“Pemanfaatannya harus benar-benar dirasakan oleh Manula, misalnya makanan yang cocok dikonsumsi pasti akan dimakan sama dia, makanya kalau disediakan pendamping ibadahnya bisa maksimal,” jelasnya. (hay)