AMPHURI.ORG, JAKARTA– Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Dirjen PHU) Nizar mengatakan, pemerintah Arab Saudi telah mengeluarkan kebijakan visa elektronik (e-visa). Hal ini untuk mengantisipasi kebijakan yang berbasis teknologi informasi yang diterapkan Saudi.
“Dalam konteks ini, imbasnya terkait dengan penyelenggaraan ibadah umrah,” kata Nizar di Jakarta, Senin (24/6/2019).
Karena itu, kata Nizar, pihaknya mengundang asosiasi biro penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) dan sejumlah pihak lainnya untuk dimintai pendapatnya. Hal ini sebagai upaya untuk memberikan masukan terkait kebijakan Pemerintah Saudi, terutama e-visa.
Menurutnya, salah satu fenomena yang disoroti adalah sebagian masyarakat yang mencoba untuk mendapatkan visa umrah sendiri melalui akses muassasah. Hal inilah kata dia menjadi persoalan. “Muassasah Saudi ini kan mestinya harus bekerja sama dengan PPIU, tidak boleh secara mandiri atau apalah itu. Kita bikin regulasi yang kemudian kita komunikasikan melalui G-to-G (government to government) dalam konteks ini. Boleh e-visa langsung, tetapi muasasah yang Saudi ini harus ada proteksi terhadap PPIU kita,” papar dia.
Pihaknya juga menyoroti munculnya tren umrah atau bahkan haji backpacker. Diakuinya, cara backpacker menjadi pilihan bagi mereka yang ingin berangkat umrah atau haji secara murah dan tanpa antrean panjang sebagaimana jalur reguler.
“Tidak usah melalui PPIU (biro penyelenggara perjalanan ibadah umrah) dan ini implikasinya besar. Sementara, kalau ini terjadi, lalu apa gunanya perizinan PPIU?” katanya.
Hal lain yang menurut dia perlu dicarikan solusinya adalah overstay. Sebab, lanjut dia, ada kebiasaan dari para jamaah Indonesia di Tanah Suci untuk melakukan haji setelah umrah. Salah satu kiatnya adalah dengan tetap tinggal melebihi batas waktu yang diizinkan (overstay).
Untuk urusan ini, kata Nizar, pihak Kemenag mengakui harus kembali berunding dengan Pemerintah Saudi. (hay)