AMPHURI.ORG, JAKARTA–Menteri Agama Fachrul Razi menyatakan akan berkonsultasi dengan Presiden Joko Widodo terkait keputusan penyelenggaraan ibadah haji. Sebelumnya, Menag menyampaikan Pemerintah Indonesia memberi tenggat waktu hingga 20 Mei 2020 untuk menunggu keputusan Pemerintah Arab Saudi terkait dengan penyelenggaraan ibadah haji 1441H/2020M.
“Jadi kami mengambil keputusan, kalau sampai tanggal 20, itu kan besok ya tidak ada keputusan maka kami nyatakan batal. Tapi nanti kita konsultasikan dengan Bapak Presiden,” kata Menag dalam wawancara dengan salah satu televisi nasional melalui sambungan telewicara, seperti dikutip laman resmi Kemenag.go.id, Selasa (19/5/2020).
Dalam kesempatan itu, Menag menyampaikan, hingga saat ini selain menyiapkan tiga skenario, Pemerintah Indonesia terus melakukan berbagai upaya komunikasi dengan Pemerintah Arab Saudi terkait kemungkinan penyelenggaraan ibadah haji. Pihaknya juga telah mengutus staf pada Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah untuk mengecek persiapan haji di lapangan.
“Berdasarkan pantauan di lapangan, di Arafah memang ada persiapan pendirian tenda, tapi progresnya agak lambat,” ungkap Menag.
“Tidak ada kegiatan yang signifikan di sana. Tapi kan kita juga (persiapan) sangat mendesak. Kloter pertama kan rencananya akan diberangkatkan 26 Juni. Jadi kan gak lama lagi,” tutur Menag.
Lebih lanjut, Menag menambahkan, penyelenggaraan ibadah haji di tengah pandemi Covid-19 tentu menjadi tugas berat yang harus diemban. Oleh karenanya pemerintah terus mempersiapkan segala kemungkinan dengan sebaik-baiknya.
“Terus terang saja ini akan menjadi kerja berat bagi kita. Tapi nggak papa, ini kewajiban kita untuk melakukannya, dan kita persiapkan sebaik-baiknya,” kata Menag.
Salah satu yang tengah dipersiapkan pemerintah adalah protokol kesehatan penyelenggaraan ibadah haji. Pertimbangan istitho’ah kesehatan jamaah misalnya, bukan menjadi satu-satunya faktor yang menentukan jamaah akan dapat diberangkatkan.
“Kita akan memberlakukan seleksi (pemberangkatan) dari aspek lain, misalnya kerentanan dari penularan penyakit. Ini tentu dasarnya adalah dari institusi kesehatan,” ujar Menag.
Menurut Menag ini dilakukan untuk mengantisipasi agar jamaah tidak terjangkit penyakit saat pelaksanaan ibadah haji yang kemungkinan besar digelar dalam situasi pandemi global Covid-19. “Dokter yang bertanggung jawab akan menentukan, bahwa si A tidak bisa berangkat karena situasinya demikian, dan sangat rentan penularan penyakit,” tutur Menag.
“Kalau itu dasar hukumnya pasti harus kita taati. Tapi kita pasti tidak akan merugikan calon jemaaah kalau dia tidak terkena ketentuan tadi. Apakah dia sakit, atau sangat rentan terhadap penularan penyakit, apalagi kaitannya dengan Covid-19,” imbuhnya. (hay)