AMPHURI.ORG, JAKARTA–Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi menyatakan jumlah jamaah haji daftar tunggu (waiting list) dari hari ke hari semakin meningkat. Data per 31 Mei 2020, jumlah waiting list haji reguler mencapai 4.677.176 orang dan haji khusus sebanyak 91.649 orang. Sementara dana haji yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) per Mei 2020 (unaudited) sebesar Rp 132 trilyun dan Dana Kemaslahatan sebesar Rp 3,4 trilyun.
“Akumulasi jumlah dana jamaah Haji yang besar tersebut memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai manfaatnya yang dapat digunakan untuk mendukung penyenggaraan ibadah haji yang berkualitas. Peningkatan nilai manfaat dana jamaah haji itu hanya bisa dicapai melalui pengelolaan keuangan yang efektif, efesien, transparan, dan akuntabel,” tegas Zainut Tauhid saat memberikan sambutan Milad ke-3 BPKH tahun 1441H/2020M, Rabu (10/6/2020).
Zainut menambahkan, agar manfaat hasil pengelolaan keuangan haji oleh BPKH bisa optimal, UU PKH dan aturan pelaksanaan di bawahnya membuka berbagai opsi kelolaan. Keuangan haji dapat ditempatkan dan/atau diinvestasikan dalam bentuk-bentuk produk perbankan, surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya.
Salah satu tujuan dari pengelolaan keuangan haji, kata Wamenag, adalah untuk kemaslahatan umat Islam. Tujuan dimaksud terkait dengan salah satu prinsip dalam ekonomi Islam yakni maslahah. Secara umum, maslahah diartikan sebagai kebaikan (kesejahtraan) dunia dan akhirat. Para ahli ushul fiqh mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang mengandung manfaat, kegunaan, kebaikan dan menghindarkan mudharat, kerusakan dan mafsadah (jalbun-naf’iy wa daf’ud-dharar).
“Imam Al-Ghazali menyimpulkan, maslahah adalah upaya mewujudkan dan memelihara lima kebutuhan dasar, yakni agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta,” tandas Zainut Tauhid.
Dalam pengelolaan keuangan haji ke depannya, Zainut mengharapkan dapat mewujudkan kemaslahatan bagi jamaah haji pada khususnya dan umat Islam Indonesia pada khususnya. Kebijakan investasi keuangan haji yang berdampak pada stimulus kebangkitan ekonomi Islam merupakan keniscayaan.
“Investasi terkait layanan jamaah umrah misalnya, yang berlangsung sekitar 10 bulan setiap tahunnya, cukup berpotensi dalam upaya optimalisasi nilai manfaat,” katanya.
Selain itu juga dapat mendorong produktifitas tenaga migran Indonesia yang bermukim di Saudi. Salah satu visi Arab Saudi 2030 untuk meningkatkan kapasitas jamaah umrah dari 8 juta menjadi 30 juta per tahun, di mana jamaah umrah Indonesia merupakan salah satu kontributor terbesar, agar dapat ditangkap peluangnya secara optimal.
“Peluang investasi syariah di dalam negeri juga masih terbuka lebar. Terkait industri produk halal misalnya, saat ini Indonesia merupakan konsumen makanan halal terbesar dunia. Begitu juga dengan pasar busana muslim atau fashion, di mana warga Tanah Air merupakan konsumen terbesar ketiga dunia, serta pariwisata halal yang menjadi konsumen terbesar kelima secara global,” tuturnya.
Wamenag juga menjelaskan, Indonesia juga masih kekurangan rumah sakit Islam yang berkualitas dan berstandar internasional. Keberadaan Rumah Sakit Haji Jakarta dan Rumah Sakit Haji Surabaya yang dari sisi geografis sangat strategis, berpeluang untuk dikembangkan sarana/prasarananya serta difasilitasi agar pengelolaan dapat lebih profesional sehingga ke depannya dapat menjadi ikon Islami yang profitable dan berstandar internasional.
Zainut juga berharap dana kemaslahatan tidak hanya dalam bentuk pemberian bantuan langsung, namun perlu juga dipikirkan untuk membuat program-program dalam rangka mendorong pertumbuhan UMKM muslim.
“BPKH dapat bekerjasama dengan Lembaga Keuangan Syariah dalam memberikan bantuan teknis serta permodalan dengan imbal hasil yang rendah, sehingga dapat menjadi stimulus bagi UMKM muslim di Indonesia,” kata Zainut.
Peringatan Milad ke-3 BPKH ini digelar secara virtual dan diikuti Ketua BPKH Anggito Abimayu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haidar Nasir, Anggota Dewan Pengawas dan keluarga besar BPKH. (hay)