AMPHURI.ORG, MAKASSAR–Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki mengatakan tingginya antrean haji atau waiting list berdampak pada akumulasi dana haji yang cukup besar sehingga pengelolaan dana haji harus dilakukan sebaik mungkin.
Hal ini disampaikan Wamenag saat menjadi keynote speaker pada Seminar Nasional yang digelar Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) dan Universitas Hasanuddin dengan tema ‘Berkhidmat untuk Umat: Menuju Pengelolaan Keuangan Haji yang Profesional, Transparan dan Akuntabel’, di Makassar, Jumat (3/11/2023), seperti dikutip laman resmi kemenag.go.id.
“Penumpukan dana haji yang besar dikarenakan tingginya antrean haji harus diimbangi dengan pengelolaan yang maksimal dan akuntabel serta harus bisa mendorong peningkatan nilai manfaat,” kata Wamenag.
Menurut Saiful, Undang-Undang (UU) Nomor 34 dimaksudkan agar pengelolaan dana haji dapat dikelola dengan baik dan sesuai aturan. Penumpukan akumulasi dana haji tersebut agar nilai manfaat dapat meningkat dan dimanfaatkan kembali oleh jamaah haji.
Ia menambahkan pengelolaan Keuangan Haji harus dilakukan dengan baik dan harus disusun secara wajar. Namun terdapat beberapa benturan dalam pengelolaan haji dan UU yang berlaku.
“Peraturan tata kelola dana operasional haji apakah sudah selaras dengan UU yang berlaku? Apakah pengelolaan dana haji sudah sesuai dengan kebutuhan yang rasional? Karena terdapat beberapa benturan antara pengelolaan dana haji dan dasar hukumnya sehingga perlu ditelaah lebih lanjut,” ungkap Wamenag.
Tata kelola keuangan, lanjutnya, menjadi tantangan untuk mengelola dan mengawasi keuangan dengan tujuan pengelolaannya.
Ibadah haji sendiri mewajibkan jamaah haji harus istithaah secara finansial dan fisik. Begitupun pengelolaan keuangan harus dikelola secara efisien, transparan dan akuntabel.
Wamenag yang hadir mewakili Menteri Agama juga menjelaskan tentang tantangan tata kelola keuangan haji dan beberapa kendalanya.
Diantaranya terjadi perbedaan waktu Masehi dan Hijriyah saat pelaksanaan operasional haji yang menjadi catatan tersendiri dalam tata kelola keuangan haji. Bahkan terdapat prediksi pelaksanaan haji dua kali di tahun 2027.
“Benturan peraturan haji yang diatur dalam juknis Kepdirjen juga harus ditinjau ulang dan dibentuk dalam bentuk aturan khusus dalam UU Nomor 34, karena keuangan haji tidak sama dengan keuangan negara. Hal tersebut dikarenakan terdapat perbedaan sumber anggaran dalam operasional penyelenggaraan ibadah haji,” jelasnya.
Turut hadir Ketua Komisi VIII DPR Ashabul Kahfi, Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu Jaja Jaelani, Kepala BPKH Fadlul Imansyah, Rektor Universitas Hasanuddin Jamaluddin Jompa, Ketua Umum ICMI Arif Satria, Mantan Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari, Dekan Guru Besar Fakultas Hukum Unhas Ahmad Ruslan, Mantan Irjen Kementerian Hukum dan HAM Aidir Amin Daud, Dekan Fakultas Hukum Unhas Hamzah Halim, dan Anggota Badan Pelaksana BPKH Amri Yusuf. (hay)