Kisah WNI Berhaji di Masa Pandemi
July 20, 2021
Plt Dirjen PHU: Beda antara Dakwah Haji dengan Manasik Haji Profesional
July 23, 2021

Catatan Plt. Dirjen PHU tentang Haji 2021

AMPHURI.ORG, JAKARTA–Tahun ini merupakan tahun kedua pelaksanaan rangkaian ibadah haji di tengah pandemi Covid-19. Pemerintah Arab Saudi mengizinkan 60.000 orang, untuk melaksanakan ibadah haji 2021 atau 1441 Hijriah.

Dari kuota 60.000 jamaah tersebut, sebanyak 327 orang merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Saudi. WNI yang beruntung melakukan ibadah haji tahun ini terdiri dari diplomat, ekspatriat Indonesia, mahasiswa, dan Pekerja Migran Indonesia (PMI).

Demikian disampaikan Plt. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Khoirizi dalam sebuah webinar pada Kamis, (22/7/2021).

Khoiri menyebutkan, pihaknya mencatat sedikitnya ada delapan poin yang dapat dijadikan mitigasi dan bahan evaluasi bagi penyelenggaraan ibadah haji ke depan.

“Saya dua hari terakhir mengikuti secara seksama apa yang terjadi di Tanah Suci melalui teman-teman kita mulai dari Konjen, Konsul Haji yang kebetulan tahun ini menjalankan ibadahnya, paling tidak ada 8 hal yang saya catat sebagai pengetahuan bagi kita sebagai mitigasi bagi kita kedepannya,” kata Khoirizi.

Pertama, pada tahun 2021 penyelenggaraan haji masih dengan menerapkan protokol Covid-19 yang sangat ketat, berarti banyak pembatasan-pembatasan yang harus dilakukan mulai dari kuota, waktu pelaksanaan yang menjadi enam hari kemudian manasik. “Sehingga kita harus mulai berpikir bagaimana haji ke depan,” ujarnya.

Kedua, seluruh tahapan prosesi haji dimonitor secara digital tidak ada lagi di sarana komunikasi dengan Face to Face. “Semuanya berjalan dengan baik dan semuanya berjalan dengan teknologi,” ungkapnya.

Ketiga, pelaksanaan haji dilaksanakan sangat minimalis dengan total pelaksanakaan prosesi ibadah haji hanya enam hari. “Tanggal 7 Dzulhijjah jamaah haji bergerak dari Makkah menuju Mina kemudian tanggal 8 Dzulhijjah sudah bergerak menuju Arafah dan seterusnya.

Keempat, dengan enam hari penyelenggaraan haji tinggal tanpa tinggal di hotel, jamaah haji harus mengeluarkan paket biaya paling murah 14.000 Riyal (Rp 53 juta) sampai paket yang paling mahal 20.000 Riyal (Rp 80 juta).

“Bisa dibayangkan biaya jamaah haji Indonesia selama 40 hari adalah hanya Rp 35 juta yang dibebankan kepada setiap jamaah,” terang Khoirizi.

Kelima, penyelenggaraan haji merupakan ibadah yang dibatasi ruang dan waktu.  Selama ini haji dilaksanakan oleh 2 – 3 juta manusia yang terkonsentrasi dalam satu titik. Bahkan waktu, tanggal, jam dan detik pun diatur sedemikian rupa, sementara manusianya semakin hari semakin banyak.

“Hari ini cuma 60.000 orang, yang 10.000 orang ini bisa mewakili dua juta atau tiga juta manusia, ke depan Wallahualam Bissawab hanya Allah yang bisa menjawab, tetapi paling tidak ini menjadi mitigasi bagaimana kita mempersiapkan haji dan umrah ke depannya,” ucapnya.

Keenam, jamaah dituntut untuk lebih mandiri karena penyelenggaraan haji tahun 2021 ini seluruh prosesi ibadah jamaah haji sudah dimonitor dengan sistem digital. Seluruh kegiatan ritual ibadah sudah bisa akses melalui aplikasi terintegrasi di ponsel Jemaah haji, sehingga jamaah haji lebih mandiri.

“Ini yang akan diterapkan kedepan, undang-undang kita mengatakan, tujuan dari penyelenggaraan ibadah haji yakni pembinaan, pelayanan dan perlindungan, ini dilakukan agar jamaah haji lebih mandiri dan memiliki ketahanan nasional,” katanya.

Ketujuh, saat ini Pemerintah Arab Saudi membatasi usia jamaah haji mulai dari 18 – 65 tahun. “Ini juga akan menjadi mitigasi bagi penyelenggaraan haji Indonesia kedepan,” tuturnya.

Kedelapan, jamaah haji tidak akan lagi mengenal ziarah. “Kita tidak lagi mengenal Masjid Kucing kita tidak lagi mengenal Masjid Tujuh, ini semua harus kita mitigasi,” tuturnya.

Dari pembelajaran delapan poin ini, kata Khoirizi, kedepannya pihaknya akan terus mengevaluasi dalam mempersiapkan pembinaan, pelayanan dan perlindungan kepada Jemaah haji dengan merubah pola pembinaan manasik hajinya.

“Menurut hemat saya ke depan kita harus mulai mengevaluasi bagaimana mempersiapkan pelayanan, bagaimana kita mempersiapkan perlindungan, serta bagaimana cara merubah pola pembinaan manasik haji ke depan,” tandasnya. (hay)

Leave a Reply